Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK

Berikut ini adalah berkas Buku SMK - Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK. Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Download file format PDF.

 Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad  Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK
Buku SMK - Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK

Buku SMK - Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku SMK - Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK:

Dalam rangka mensukseskan penerapan UU No. 23  Tahun 2014 dan Inpres No. 9 Tahun 2016, kecakapan abad 21 yang diperlukan lulusan SMK dalam menghadapai tantangan era revolusi industri 4.0 sangat perlu untuk dirumuskan.

Buku ini ditulis dengan tujuan menambah literatur mengenai pentingnya Pembelajaran abad 21 di SMK yang penuh dengan persaingan dan kompleksitas. Sasaran utama dari penulisan buku ini adalah para guru maupun calon guru, peneliti, maupun akademisi yang berkecimpung dalam kajian pendidikan abad 21 dan pembelajaran berpikir tingkat tinggi.

Lahirnya buku ini berawal dari hasil kajian penulis tentang sejumlah informasi hasil kajian inovasi pembelajaran dari berbagai SMK rujukan sebagai implementasi dari pembelajaran abad 21 dan analisis profil faktor pendukung yang spesifik untuk penyelarasan kompetensi yang diperlukan dalam pembelajaran abad 21 yang terkait dengan kurikulum, kompetensi guru, sarana prasarana, dan tata kelola kelembagaan.

Hasil kajian inilah yang kemudian menjadi bahan renungan bagi penulis untuk merumuskan kembali tentang bagaimana mengaplikasikan temuan dari sejumlah dokumen tersebut ke dalam satu rancangan pendidikan abad 21 di Indonesia dan pengimplementasiannya dalam bentuk pengembangan strategi optimalisasi pembelajaran abad 21 di SMK .

Bab I buku ini dibahas tentang Pendahuluan, Bab II dibahas tentang Paradigma Pembelajaran Abad 21, kecakapan Abad 21, dan karakteristik pembelajaran SMK. Bab III memuat Hasil kajian Pembelajaran Abad 21 di SMK yang mencakup Kajian tentang profil pembelajaran berdasarkan kelompok standard nasional pendidikan: standari Isi dan standard kelulusan, standar proses dan penilaian, standard pendidik dan tenaga kependidikan, standard sarana prasarana, dan standard pengelolaan. Pada Bab III juga dikupas strategi pembelajaran abd 21 di SMK dan model pembelajaran abad 21 SMK. Bab IV memuat penutup.

Semoga dapat memberikan sumbangan nyata dalam meningkatkan generasi bangsa yang terampil dan terdidik.

Buku SMK - Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK ini berisi antara lain:

BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN TEORI PEMBELAJARAN ABAD 21
A. Paradigma Pembelajaran Abad 21
B. Kecakapan Abad 21
C. Karakteristik Pembelajaran SMK

BAB III PEMBELAJARAN ABAD 21 DI SMK
A. Profil Pembelajaran abad 21 di SMK
B. Strategi Optimalisasi Pembelajaran Abad 21 di SMK
C. Model Pembelajaran Sekolah Menengah Kejuruan dengan kecakapan abad 21

BAB IV PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan mencetak lulusan yang memiliki keterampilan untuk menangani suatu pekerjaan tertentu. Berdasarkan program prioritas dari Direktorat Pembinaan SMK yang mencanangkan tema pembangunan pendidikan jangka panjang 2005-2024, pembangunan SMK diarahkan pada peningkatan daya saing internasional sebagai pondasi dalam membangun kemandirian dan daya saing bangsa dalam menghadapai persaingan global. Dalam upaya mewujudkan program ini, berbagai kebijakan telah dicanangkan, antara lain ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan Inpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia, makin menegaskan bahwa SMK harus semakin lebih mendekatkan diri dengan kebutuhan dunia kerja. Seiring dengan pertumbuhan dunia usaha dan industri di Indonesia, tuntutan akan tenaga terampil lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) semakin meningkat. Oleh karena itu, SMK perlu membekali peserta didiknya dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dunia usaha dan industri.

Dalam konteks membekali lulusan SMK agar siap masuk dalam bursa kerja, beberapa indikator kompetensi dalam pembelajaran abad 21 yang perlu dimunculkan antara lain: 1) literasi era digital (digital age literacy), 2) komunikasi efektif (effective communication), 3) berpikir inventif (inventive thinking), dan 4) produktifitas tinggi (high productivity) (Afandi dan Sajidan, 2017: 29-32). SMK sebagai lembaga pendidikan yang berpotensi untuk mempersiapkan SDM yang dapat terserap oleh dunia kerja, karena materi teori dan praktik yang bersifat aplikatif sesuai dengan kebutuhan dunia kerja (Jatmoko, 2013), diharapkan mengelaborasi indikator pembelajaran abad 21 tersebut dalam proses pembelajaran dan penilaian di kelas. Hal ini sejalan dengan Finlay (2007) yang menyebutkan kepentingan global terhadap SMK yang mampu memenuhi tuntutan dunia kerja yang terampil, serta Agrawal (2013) yang menyatakan bahwa SMK tidak hanya penting dalam memberikan kesempatan kerja kepada individu tetapi juga membantu dalam meningkatkan produktivitas.

Bertitik tolak dari orientasi pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka marwah pendidikan senantiasa ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Apabila mengacu pada rumusan pendidikan sebagaimana undang-undang di atas tercapai, maka peserta didik diharapkan mampu menghadapi dan memecahkan masalah/problem yang dihadapinya dengan menggunakan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian, peran dan tugas guru untuk menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik guna memperoleh pengetahuan dan atribut berpikir tingkat tinggi seyogyanya menjadi inti dalam pembelajaran di kelas (Afandi dan Sajidan, 2017: 3). Kualitas proses dan penilaian pembelajaran yang bermutu sejalan dengan tuntutan kompetensi guru abad 21, yaitu karakter religius (character religius), karekter nasionalisme (character nasionalism), kreatif dan inovatif, kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi dan kolaborasi, dan keterampilan menggunakan media, teknologi dan informasi (information, media & technology skills)(Afandi &Sajidan, 2017: 58-59).

Ide-ide dasar penguatan pembelajaran abad 21 dalam pelaksanaan di sekolah sebagaimana disebutkan di atas menemui banyak tantangan. Beberapa hasil kajian dari berbagai lembaga internasional seringkali bertolak belakang dengan tuntutan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, sehingga potensi peserta didik tersebut ternyata belum berkembang dengan maksimal. Kajian yang dilakukan oleh PISA-OECD (Programme for International Student Assesment-Organization for Economic Cooperation and Development) Tahun 2009 di mana anak Indonesia dalam bidang sains memperoleh rata-rata skor 383 dengan skor tertinggi adalah 575 yang diperoleh di Shanghai-Cina dan menempati rangking 61 dari 66 negara yang mengikutinya. The Learning Curve (2014) menjelaskan bahwa “Global index of cognitive skills and educational attainment”, Indonesia berada pada posisi z = - 1.84. Hasil ini menempatkan Indonesia pada rangking terbawah dari 40 negara yang berpartisipasi.

Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan penilaian pembelajaran di SMK adalah faktor pendukung yang spesifik untuk penyelarasan kompetensi yang diperlukan dalam pembelajaran abad 21, yaitu: kurikulum, kompetensi guru, sarana prasarana, dan tata kelola kelembagaan, termasuk kerjasama dengan dunia industri. Sinergi kerjasama tersebut memiliki peran strategis untuk melahirkan generasi millenial Indonesia yang produktif dan berdaya saing global. Langkah penyesuaian kurikulum, proses dan penilaian pembelajaran SMK dapat dilakukan melaluipenyempurnaan dan pemantapan dengan model demand-driven, mengubah model supply-driven yang berlangsung selama ini dengan standarisasi mutu. Ciri utama pendidikan dan pelatihan vokasi ini mengedepankan pendekatan job-based learning. Desain sekolah dikembangkan berangkat dari kebutuhan dan pengakuan dunia usaha dan industri. Analisis kebutuhan itu kemudian dirumuskan ke dalam standar-standar kompetensi disertai dengan jenis sertifikasi dan teknik pengujiannya. Dari standarisasi ini, sekolah mengembangkan kurikulum dan sistem pembelajarannya.Proses standarisasi dan sertifikasi serta penyusunan kurikulum melibatkan pihak-pihak terkait, terutama sinergi sekolah dan industri. Dengan demikian, siswa dididik sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Menilik prospek dunia usaha dan industri sektor formal di Indonesia yang relatif bersifat turbulen, dan persaingan tenaga kerja luar negeri yang makin ketat, hal ini diharapkan menjadi lorong yang bisa menyalurkan tenaga kerja ke industri dan dunia usaha yang menjadi mitra sekolah dan mengisi pasar tenaga kerja terampil di luar negeri yang relevan. Alternatif lain adalah pengembangan SMK dengan model life-based learning sebagai pendidikan alternatif. Pembelajaran di SMK mengedepankan pendekatan berbasis potensi alam kehidupan nyata. Model ini memungkinkan tumbuhnya sekolah-sekolah kreatif sesuai dengan keunggulan potensi wilayah.


BAB II KAJIAN TEORI PEMBELAJARAN ABAD 21
A. Paradigma Pembelajaran Abad 21
Ciri abad 21 menurut Kemendikbud adalah tersedianya informasi dimana saja dan kapan saja (informasi), adanya implementasi penggunaan mesin (komputasi), mampu menjangkau segala pekerjaan rutin (otomatisasi) dan bisa dilakukan dari mana saja dan kemana saja (komunikasi). Ditemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi pergeseran pembangunan pendidikan ke arah ICT sebagai salah satu strategi manajemen pendidikan abad 21 yang di dalamnya meliputi tata keloladan sumber daya manusia (Soderstrom, From, Lovqvist, & Tornquist, 2011). Abad ini memerlukan transformasi pendidikan secara menyeluruh sehingga terbangun kualitas guru yang mampu memajukan pengetahuan, pelatihan, ekuitas siswa dan prestasi siswa.

Ciri abad 21 menurut Hernawan (2006) adalah meningkatnya interaksi antar warga dunia baik secara langsung maupun tidak langsung, semakin banyaknya informasi yang tersedia dan dapat diperoleh, meluasnya cakrawala intelektual, munculnya arus keterbukaan dan demokkratisasi baik dalam politik maupun ekonomi, memanjangnya jarak budaya antara generasi tua dan generasi muda, meningkatnya kepedulian akan perlunya dijaga keseimbangan dunia, meningkatnya kesadaran akan saling ketergantungan ekonomis, dan mengaburnya batas kedaulatan budaya tertentu karena tidak terbendungnya informasi.

Dalam konteks pendidikan yang mengimplementasikan visi pembelajaran abad 21, UNESCO telah membuat 4 (empat) pilar pendidikan, yaitu: 1) Learning to how(belajar untuk mengetahui), 2) Learning to do(belajar untuk melakukan), 3) Learning to be(belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri yang berkepribadian), 4) Learning to live together(belajar untuk hidup bersama). Pendidikan yang membangun kompetensi “partnership 21st Century Learning” yaitu framework pembelajaran abad 21 yang menuntut peserta didik memiliki keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan pembelajaran, inovasi, dan keterampilan hidup.

Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat pada abad ini membawa dampak yang sangat signifikan terhadap dunia pendidikan.

Proses peralihan dari abad industrialisasi ke abad pengetahuan menuntut setiap bidang dalam kehidupan berubah sangat cepat dan harus dapat beradaptasi dengan cepat,begitu pula dengan pendidikan,karakteristik umum model pembelajaran abad pengetahuan berbeda dengan karakteristik pembelajaran abad industrialisasi. Banyak praktik pendidikan yang dianggap menguntungkan pada abad industrial, seperti belajar fakta, drill dan praktik, kaidah dan prosedur digantikan belajar dalam konteks dunia nyata, otentik melalui problem dan proyek, inkuiri, discovery, dan invensi dalam praktik abad pengetahuan.

Pola belajar yang diterapkan pada masa industrialisasi sudah dianggap tidak cocok lagi di abad pengetahuan, dimana perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berkembang begitu pesat,dan teknologi tersebut merupakan katalis penting untuk gerakan menuju metode belajar di abad pengetahuan.

Diakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun model pembelajaran.Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Tabel 2.2 menunjukkan pergeseran paradigma belajar abad21 yang berdasarkan ciri abad 21 dan model pembelajaran yang harus dilakukan. Pergeseran paradigma pendidikan abad 21. Informasi, komputasi, otomasi, dan komunikasi merupakan empat komponen yang disampaikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai ciri dari pendidikan abad 21 yang menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembelajaran. Alih literasi informasi, keterampilan komputer, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses komunikasi serta keterampilan komunikasi menjadi sejumlah keterampilan yang harus dikuasaioleh seorang guru saat ini. Tema pengembangan kurikulum 2013 dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi.

Perubahan paradigma dari Teacher-as-Director menjadi Teacher-as-Facilitator, Guide, dan Consultant, merupakan hal yang wajar, karena sumber belajar dan bahan ajar tidak hanya mengadalkan dari satu sumber saja. Perkembangan teknologi informasi, telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, dimana prinsip kolaborasi, antar komponen; manusia, proses dan teknologi menjadi lebih fleksibel, dengan teknologi ini batasan untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan hampir tidak ada batasan. Perubahan paling mendasar dari teknologi ini ada pada interface yang ramah terhadap pengguna (userfriendly) tidak jauh dari tampilan komputer yang dipakai sehari-hari. Dampak positif dari teknologi ini dapat juga diterapkan dalam proses pembelajaran, namun harus menggunakan desain formula atau model pembelajaran yang tepat, agar hasil yang ingin dicapai dapat sesuai dengan tujuan dari proses pembelajaran di abad pengetahuan ini.

B. Kecakapan Abad 21
1. Ketrampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skills)
a. Definisi Ketrampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skills)
Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order thinking Skills/HOTS selain berpikir kreatif (creative thinking), pemecahan masalah (creative thinking), pemecahan masalah (problem solving), dan berpikir reflektif (reflective thinking). John Dewey dalam Fisher (2009) menyebutkan “berpikir kritis” ini sebagai “berpikir reflektif” dan mendefinisikannya sebagai pertimbangan yang aktif, terus-menerus, dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya. Glaser (dalam Fisher, 2009:3), mendefinisikan critical thinking skill sebagai suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah- masalah dan hal- hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang, pengetahuan tentang metodemetode pemeriksaan dan penalaran yang logis, dan semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.

Critical thinking skill dapat dikatakan kemampuan sesorang dalam menganalisis suatu gagasan dengan menggunakan penalaran yang logis. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Yasushi Gotoh (2016), bahwa ketrampilan berpikir kritis merupakan seperangkat keterampilan dan kecenderungan yang memungkinkan seseorang untuk memecahkan masalah secara logis. ketrampilan berpikir kritisjuga dapat diartikan kemampuan berpikir seseorang dalam mengambil keputusan. Seperti yang diungkapkan Patricia C. Seifert (2010: 197), “Less formal and more skepticaldefinition of critical thinking: deciding what to do and when, where, why, and how to do it.” Hal senada juga diungkapkan Facione, Facione, and Sanchez (2010), “Critical thinking is a process of making reasoned judgments based on the consideration of available evidence, contextual aspects of a situation, and pertinent concepts”.

Berdasarkan pemaparan ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa critical thinking skill adalah kemampuan untuk berpikir secara logis, reflektif, sistematis, dan produktif yang diaplikasikan dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan yang baik.

b. Pentingnya Ketrampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skills)
Keterampilan berpikir merupakan salah satu kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan. Kemampuan seseorang dalam berfikir akan berpengaruh terhdap keberhasilan hidup seseorang karena kemampuan berpikir berkaitan dengan apa yang akan dikerjakan. Sanjaya (2008: 219) menyatakan bahwa belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran berpikirdalam proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self-regulated). Seseorang yang memiliki critical thinking skill cenderung lebih cepat mengidentifikasi informasi yang relevan, memisahkan informasi yang tidak relevan serta memanfaatkan informasi tersebut untuk mencari solusi masalah atau mengambil keputusan, dan jika perlu mencari informasi pendukung yang relevan. Sejalan dengan hasil studi yang dilakukan Johnson (2006), siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang memadai memiliki kemungkinan besar untuk dapat mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara terorganisasi, merumuskan pertanyaaninovatif, dan merancang penyelesaian yang dipandang relatif baru. Seseorang perlu memiliki critical thinking skill dan perlu mempelajarinya, karena keterampilan tersebut sangat berguna dan sebagai bekal dalam menghadapi kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang. Dengan critical thinking skill, seseorang mampu berpikir secara rasional dan logis dalam menerima informasi dan sistematis dalam memecahkan permasalahan. Artinya berpikir kritis mampu meningkatkan keterampilan analistik. Selain itu critical thinking skill juga meningkatkan kemampuan seseorang cenderung kreatif. Seseorang yang memiliki critical thinking skill dapat memanfaatkan ide ataupun informasi, dan mencari informasi tambahan yang relevan sehingga dapat mengevaluasi lalu memodifikasi untuk menghasilkan ide yang terbaik. Critical thinking skill juga berfungsi untuk merefleksi atau evaluasi diri terhadap keputusan yang sudah diambil.

c. Tantangan Mengembangkan Ketrampilan Berpikir Kritis
Critical thinking skills merupakan salah satu hal yang penting untuk dikembangkan. Berikut beberapa pertimbangan dalam mengembangkan critical thinking skill menurut Tilaar (2011: 19) yaitu (1) Mengembangkan berpikir kritis di dalam pendidikan berarti kita memberikan penghargaan kepada peserta didik sebagai pribadi (respect a person). Hal ini akan memberikan kesempatan kepada perkembangan pribadi peserta didik sepenuhnya karena mereka merasa diberikan kesempatan dan dihormati akan hak-haknya dalam perkembangan pribadinya. (2) Berpikir kritis merupakan tujuan yang ideal di dalam pendidikan karena mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan kedewasaannya. (3) Perkembangan berpikir kritis dalam proses pendidikan merupakan suatu cita- cita tradisional seperti apa yang ingin dicapai melalui pelajaran ilmu-ilmu eksata dan kealaman serta mata pelajaran lainnya yang secara tradisional dianggap dapat mengembangkan berpikir kritis. (4) Berpikir kritis merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan demokratis. Demokrasi hanya dapat berkembang apabila warga negaranya dapat berpikir kritis di dalam masalah- masalah politik, sosial, dan ekonomi. Adapun Ryan (2015), mengajarkan critical thinking skill dengan memberikan kesempatan siswa untuk berperan aktif dengan memberikan pertanyaan dan tantang sehingga siswa termotivasi untuk aktif mengejar rasa ingin tahunya. Senada dengan hal di atas, Bonnie dan Potts (2003),mengemukakan ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan critical thinking skill, yaitu: (1) Building categories (membuat klasifikasi), (2) finding problem (menemukan masalah), dan (3) enhancing the environment (mengkondusifkan lingkungan). Ciri dari mengajar untuk berpikir kritis meliputi: (1) Meningkatkan interaksi di antara para siswa sebagai pembelajar, (2) dengan mengajukan pertanyaan open-ended, (3) memberikan waktu yang memadai kepada para siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau masalahmasalah yang diberikan, dan (4) teaching for transfer (mengajar untuk dapat menggunakan kemampuan yang baru saja diperoleh terhadap situasi-situasi lain dan terhadap pengalaman sendiri yang para siswa miliki). Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dapat mengembangkan critical thinking skill adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan student center dan menerapkan model pembelajaran dimana sintaksnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan enam kamampuan dalam critical thinking skill dapat muncul dalam diri peserta didik. 4. Indikator Penilaian Critical Thinking Skill Beberapa ahli mengungkapkan terkait indicator dalam critical thinking skill. Menurut Ennis (1995: 4-8), terdapat enam unsur dasar dalam critical thinking skill meliputi (1) Fokus (focus), merupakan hal pertama yang harus dilakukan untuk mengetahui informasi. Untuk fokus terhadap permasalahan,diperlukan pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan dimiliki oleh seseorang akan semakin mudah mengenali informasi. (2) Alasan (reason), yaitu mencari kebenaran dari pernyataan yang akan dikemukakan. Dalam mengemukakan suatu pernyataan harus disertai dengan alasan-alasan yang mendukung pernyataan tersebut. (3) Kesimpulan (Inference), yaitu membuat pernyataan yang disertai dengan alasan yang tepat. Garnison, Anderson, dan Archer (2001) membagi empat keterampilan berpikir kritis, yaitu: (1) trigger event /cepat tanggap terhadap peristiwa, yaitu mengidentifikasi atau mengenali masalah, dilema dari pengalaman seseorang dengan cepat, (2) exploration/eksplorasi, memikirkan ide personal dan sosial dalam rangka membuat persiapan keputusan, (3) integration/ integrasi, yaitu mengkonstruksi maksud dari gagasan, dan mengintegrasikan informasi relevan yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya, dan (4) resolution/ mengusulkan, yaitu mengusulkan solusi secara hipotetis, atau menerapkan solusi secara langsung kepada isu, dilema, atau masalah serta menguji gagasan dan hipotesis. Facione (2013:8) membagi critical thinking skill terdiri enam kemampuan yaitu interpretation, analysis, inference, evaluation, explanation, dan self-regulation. Interpretasi merupakan kemampuan seseorang dalam memahami dan menggambarkan kembali makna kondisi, informasi atau pesan yang diterimanya. (2) Analisis merupakan mengamati dan menguraikan suatu informasi yang diterima secara detail untuk dikaji lebih lanjut. (3) Inferensi merupakan kemampuan membuat kesimpulan berdasarkan unsurunsur. (4) Evaluasi merupakan melakukan penilaian dengan cara mengukur atau membandingkan. (5) Eksplanasi/penjelasan, merupakan kemampuan menerangkan/menjelasakan suatu proses/ informasi/fenomena. (6) Regulasi diri artinya memiliki kemampuan mengelola diri misal mengamati apa yang ada disekitar kognitif seseorang, komponen yang digunakan dalam memperoleh hasil, terutama dengan menerapkan kecakapan di dalam analisis dan evaluasi untuk penilaiannya sendiri.

Tidak hanya dalam menghadapi permasalahan umum di kehidupan, dalam membaca dan menulis pun critical thinking skill juga dibutuhkan. Indikator critical thinking skill dalam membaca menurut Richard dan Linda (2012:30) meliputi (1) Merefleksikan apa yang dibaca. (2) Membedakan antara apa yang mereka lakukan dan tidak mengerti dalam teks. (3) Meringkas secara akurat dan menguraiakan teks yang dibaca dengan katakata sendiri. (4) Memberikan contoh, dari pengalaman mereka dan ide-ide yang ada di dalam teks. (5) Menghubungkan ide-ide inti dalam teks dengan ide-ide lain yang mereka mengerti. (6) Mengambil menginternalisasi ide tekas yang dibaca dan menerapkan di kehidupan. (7) Memparafrase apa yang mereka baca (misalnya, kalimat demi kalimat). (8) Menjelaskan kalimat secara jelas, akurat dan logis.

Siswa yang memiliki kemampuan critical thinking skill dalam menulis digunakan sebagai alat penting baik untuk mengkomunikasikan ide-ide penting. Mereka menggunakan keterampilan menulis untuk memperdalam pemahaman mereka tentang konsep-konsep penting dan untuk memperjelas antar hubungan antara konsepkonsep. Dalam menulis, mereka mampu harus jelas dan akurat menganalisis dan mengevaluasi ide-ide dalam teks dan pemikiran mereka sendiri. Dengan kata lain, mereka menggunakan menulis sebagai alat penting untuk belajar ide-ide mendalam dan permanen Richard dan Linda (2012:30). Indikatornya meliputi: (1) Merefleksikan apa yang mereka tulis. (2) Memantau apa yang mereka tulis menulis dan membedakan antara apa yang mereka lakukan dan tidak mengerti dalam teks. (3) Meringkas secara akurat apa yang mereka membaca teks atau yang didengar. (4) Memberikan contoh daripengalaman mereka ketika mereka menulis contoh ide-ide penting. (5) Menghubungkan ide-ide inti ide-ide inti lain secara eksplisit saat mereka menulis. (6) Menuliskan tentang ide-ide yang berlaku untuk kehidupan mereka. (7) Menunjukkan kemampuan untuk eksplikasi menulis suatu pengembangan atau membenarkan teori. Menunjukkan kemampuan untuk jelas dan akurat menganalisis secara jelas dan akurat, dalammenulis, logika dari konsep-konsep dalam teks, bab atau studi akademis.Menggunakan standar intelektual yang universal dalam tulisan mereka,secara rutin memeriksa tulisan mereka untuk kejelasan, akurasi, presisi, relevansi,kedalaman, luasnya, logika, makna, dan keadilan.

2. Ketrampilan Komunikasi
Memasuki era digital, komunikasi yang kerap dilakukan melalui media sosial dengan memanfaatkan gawai dan internet. Kemajuan teknologi berdampak cukup besar bagi pola komunikasi saat ini. Kemajuan teknologi di bidang komunikasi memiliki sisi positif dan sisi negatif. Sisi positifnya,masyarakat lebih efisien untuk mengirim pesan, lebih mudah menemukan sumber informasi terkini, dan lebih praktis untuk membentuk suatu komunitas (Ferguson, 2015 hlm. 1). Namun, sisi negatif dari kemajuan teknologi juga tidak dapat dihindari oleh masyarakat. Teknologi memudahkan masyarakat berkomunikasi dengan orang terjauh akan tetapi menjauhkan komunikasi dengan orang terdekat. Sisi negatif tersebut marak dijumpai dalam situasi saat ini. Orang tua yang tidak menyadari kehadiran anak ketika di rumah, anak yang lebih senang memainkan gawai daripada bermain dengan teman sebaya, atau perkumpulan individu yang sibuk dengan urusan masing-masing (Wu, Fowler, Lam, Wong, Wong, & Loke, 2014). Makna komunikasi sudah berganti sejalan dengan perubahan teknologi yang semakin pesat. Melihat perubahan pola komunikasi yang demikian maka penulis dapat mengindikasikan jika teknologi memegang kendali penuh dalam kehidupan individu. Padahal seyogyanya individu yang mengendalikan teknologi.

Keterampilan komunikasi yang rendah akan memicu permasalahan baru yang cukup kompleks atau memunculkan banyak miskomunikasi (Ahmetoglu & Acar, 2016 hlm. 190). Weaver & Pier (2011) menerangkan bahwa memasuki abad 21yang sarat teknologi tidak menjadikan siswa lebih kreatif dan berdayasaing akan tetapi melemahkan keterampilan komunikasi siswa. Penelitian Weaver & Pier diperkuat oleh survey yang dilakukan NACE (National Association of Colleges and Employeers) pada tahun 2017 mengindikasikan bahwa sebanyak 67,5% siswa memiliki keterampilan komunikasi yang rendah. Rendahnya keterampilan komunikasi dapat berpengaruhpada kemampuan memproses informasi, kesulitan mengintegrasikan pikiran dan ucapan, dan kesulitan beradaptasi dengan lingkungan (Wood & Hartshorne, 2017 hlm. 1). Keterampilan komunikasi menjadi salah satu keterampilan yang perlu dikuasai oleh siswa. Keterampilan komunikasi berperan sebagai kunci untuk menghadapi perubahan paradigma kehidupan di abad 21 selain keterampilan berkolaborasi, berpikir kritis, dan kreativitas. Keterampilan komunikasi bermanfaat bagi siswa untuk mengidentifikasi sumber informasi yang akurat, menyaring informasi sebagai pengetahuan baru, dan menjadikan informasi sebagai tambahan pengetahuan dalam pengembangan dirinya. Oleh sebab itu, keterampilan komunikasi sangat perlu dikuasai oleh siswa. Optimalisasi literasi dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa.

Keterampilan komunikasi adalah keterampilan individu untuk menyampaikan dan menerima pesan sesuai dengan konteks. Komunikasi membantu siswa untuk mengartikulasi gagasan dan pikiran baik secara lisan, tertulis, atau nonverbal dalam berbagai konteks dengan tujuan pendengar dapat menerima pesan dengan tepat dan efektif (East, 2015). Komunikasi dikatakan tepat apabila siswa mampu menyampaikan pesan sesuai dengan situasi dan konteks yang tengah dihadapi. Sementara itu, komunikasi dikategorikan efektif jika pendengar dengan mudah memahami isi pesan yang disampaikan pembicara(Morreale, Staley, Stavrositu, & Krakowiak, 2014 hlm. 108). Terdapat tiga komponen yang perlu diperhatikan oleh siswa untuk mencapai komunikasi yang tepat dan efektif. Ketiga komponen ini terdiri dari motivasi, pengetahuan, dan kompetensi (Lederman, 2012).

Komponen terkait yang diperlukan agar komunikasi berjalan dengan tepat dan efektif yaitu kompetensi. Kompetensi diperlukan untuk membantu siswa dalam pengendalian emosi dan tingkah laku ketika berkomunikasi. Siswa yang belum terlatih kompetensinya, ia akan menemukan kesulitan berkomunikasi (Wodd & Hartshorne, 2017). Kesulitan yang kerap ditemukan dalam komunikasi yaitu rendahnya rasa percaya diri sehingga cukup mengganggu kelancaran komunikasi. Siswa akan berbicara tersendat dan berdampak pada kurang jelasnya pesan yang disampaikan. Selain itu, kompetensi yang diperlukan dalam keterampilan komunikasi pada abad 21 yaitu kompetensi penggunaan teknologi dan informasi. Abad 21 merupakan abad yang sarat dengan teknologi atau masyarakat melabeli abad ini dengan era digital. Hampir sebagian besar aktivitas pembelajaran memanfaatkan peran teknologi dan informasi. Melalui teknologi, siswa lebih mudah mencari informasi untuk menambah literatur dalam pembelajaran dan mendukung kelancaran keterampilan komunikasi (Jackson, 2014 hlm. 223). Pada abad 21 siswa sudah mahir memanfaatkan teknologi akan tetapi pemanfaatannyamasih kurang optimal. Hal ini disebabkan siswa lebih banyak menggunakan teknologi untuk aktivitas sosial yang kurang bermakna. Selain penguasaan keterampilan berbahasa, pada saat ini siswa perlu mahir mendayagukanan teknologi untuk menunjang keterampilan komunikasinya (Kuznekoff & Titsworth, 2013). Teknologi dijadikan wadah untuk menyalurkan kreativitas atau mengomunikasikan pesan postif bagi siswa pribadi, bagi peserta didik, maupun bagi masyarakat.

Siswa dikategorikan memiliki keterampilan komunikasi yang baik apabila ia mampu memahami informasi yang diterima dari berbagai sumber dan dapat menginferensi tersebut untuk dipahami oleh penerima pesan. Tingginya keterampilan komunikasi siswa tidak terlepas dari peran literasi. Jenis literasi yang berkontribusi cukup besar terhadap keterampilan komunikasi terdiri dari literasi bahasa dan literasi informasi. Keterampilan komunikasi tidak lepas dari keterampilan berbicara dan keterampilan menyimak yang merupakan bagian dari literasi bahasa. Sementara itu, literasi informasi bermanfaat bagi individu untuk menyeleksi informasi yang tepat untuk dijadikan topik berkomunikasi.

Literasi bahasa dan literasi informasi sangat penting dikuasai siswa karena pada abad 21 mereka dituntut untuk mahir berkomunikasi. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Purvis, Mc Neill, & Sutherland (2014) yang menerangkan bahwa salah satu upaya untuk mengurangi kesulitan siswa berkomunikasi yaitu dengan mengembangkan literasi pada siswa. Minat siswa terhadap kegiatan berbicara akademik dan membaca siswa dikategorikan rendah. Minat siswa yang rendah disebabkan siswa lebih mudah terbawa arus informasi global. Siswa saat ini mudah memercayai informasi yang ada di dunia maya tanpa mengecek sumber atau kebenaran dari informasi tersebut. Siswa malas menemukan informasi yang berasal dari sumber terpercaya dan menyukaipencarian situs informasi yang ditemukan lebih praktis. Meskipun perolehan informasi saat ini lebih praktis akan tetapi sangat disayangkan siswa kurang peka terhadap kredibilitas sumber informasi. Oleh sebab itu, literasi teknologi informasi juga diperlukan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa.

Literasi bahasa berfokus pada pengembangan keterampilan dasar individu untuk memahami dan menggunakan keterampilan berbahasa seperti keterampilan berbicara dan membaca sebagai bagian yang integral. Literasi bahasa penting untuk dikuasai siswa karena bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi, mengekspresikan perasaan, dan memahami suatu gagasan. Keterampilan bahasa memiliki hubungan yang saling terkait satu sama lain seperti keterampilan berbicara berkaitan dengan keterampilan menyimak sedangkan keterampilan membaca berkaitan dengan keterampilan menulis. Keterampilan berbicara dan menyimak menjadi komponen penting untuk mencapai keterampilan komunikasi yang tepat dan efektif (Natalle & Crowe, 2013 hlm. 97).

Pembicara dan pendengar memiliki peran yang saling bergantian dalam suatu proses komunikasi. Pembicara tidak mutlak sebagai pengirim pesan tetapi ada kalanya ia berposisi sebagai penyimak karena komunikasi akan efektif bila pembicara memberi kesempatan pada pendengar untuk menanggapi. Sebaliknya, pendengar dapat menjadi seorang pembicara sebagai bentuk respons atas materi yang disampaikan oleh pembicara. Adanya hubungan timbal balik antara pembicara dan pendengar yang menjadikan komunikasi berjalan dengan efektif. Keterampilan menyimak berperan sebagai pengantar pesan dari otak untuk menentukan respons atau tanggapan terhadap pesan yang diterima (Harris & Hua, 2015 hlm. 183). Menyimak berfungsi untuk menyeleksi dan menentukan informasi sehingga individu dapat memutuskan langkah yang ditentukan terhadap informasi yang diserap. Melalui menyimak, individu dapat membedakan kategori pesan apakah pesan tersebut dikategorikan sebagai pengetahuan baru, nilai moral, perintah, atau suatu larangan.

Komunikasi meliputi komunikasi formal dan informal. Sebagian besar siswa memiliki hambatan ketika harus menghadapi komunikasi formal. Komunikasi formal biasanya dilakukan dalam konteks ilmiah seperti ketika melaksanakan diskusi panel, seminar, atau presentasi materi kuliah. Sementara itu, komunikasi informal lebih dikenal dengan sebutan mutual conversation artinya komunikasi ini dilakukan dalam percakapan sehari-hari dengan suasana lebih santai. Hambatan yang kerap menjadi masalah komunikasi formal yaitu terkait dengan rendahnya kepercayaan diri siswa dan minimnya informasi yang dimiliki untuk menyampaikan topik diskusi (Purvis, Mc Neill, & Sutherland, 2014). Keterampilan berbicara perlu dilatih secara terus menerus dan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan berbicara adalah mengajak siswa untuk terlibat dalam diskusi dengan memberi pendapat berdasarkan ahli atau informasi dari sumber yang kredibel. Dosen selaku pembimbing perlu mengoptimalisasi keterampilan berbicara dan membaca pemahaman siswa untuk menguasai literasi bahasa. Siswa sudah sewajarnya menguasai literasi bahasa karena telah melaksanakan proses pembelajaran cukup lama (Morreale, Staley, Stavrositu, & Krakowiak, 2014). Namun, hal yang disayangkan tidak semua jenjang pendidikan memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk menguasai literasi bahasa padahal bahasa adalah objek yang pertama kalidikenalkan pada manusia sejak awal kelahiran. Keterampilan berbicara yang akuntabel merupakan kunci dari efektifnya suatu komunikasi. Siswa sangat perlu dibiasakan untuk berkomunikasi formal karena mereka akan menghadapi dunia sosial yang sarat akan keahlian komunikasi. Minimnya pengetahuan siswa menjadi pemicu rendahnya kepercayaan diri siswa ketika berkomunikasi. Oleh sebab itu, siswa perlu membiasakan diri untuk banyak membaca. Dosen perlu menugaskan siswa untuk meringkas isi bacaan dan melaporkan hasil ringkasan secara oral. Siswa yang menguasai materi berdasarkan hasil pemikiran dan ringkasan secara pribadi akan lebih percaya diri untuk berbicara dalam konteks formal daripada siswa yang tidak menguasai materi (Verma, 2013 hlm. 4).

Beberapa strategi dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi dalam aspek literasi berbahasa siswa di antaranya melalui presentasi di kelas, melakukan simulasi pembaca berita atau wawancara, melakukan diskusi kecil maupun diskusi panel, atau mengimplementasikan model problem based learning. Namun, faktor yang paling memengaruhi penguasaan keterampilan komunikasi siswa yaitu dosen dan rekan sejawat. Dosen perlu mengajarkan siswa cara mengapresiasi teman yang telah menunjukkan kemampuannya di khalayak umum. Bentuk apresiasi siswa dapat berupa tepuk tangan, pujian sederhana, atau komentar positif yang dapat membangun motivasi siswa untuk terus meningkatkan keterampilan komunikasinya (Kaburise, 2016 hlm. 96). Hal ini sejalan dengan temuan penelitian Harris & Hua (2015) yang menerangkan bahwa apresiasi dari penerima pesan berpengaruh positif terhadap keterampilan komunikasi siswa. Adanya penghargaan yang bersifat membangun sangat diperlukan siswa karena mereka merasa hal yang disampaikan diapresiasi oleh penerima pesan.

Literasi Digital. Literasi digital adalah kemampuan individu untuk memanfaatkan media digital secara bijak dan optimal. Dewasa ini, media digital sudah memengaruhi kehidupan kaum muda. Hadirnya media digital memberi dampak positif dandampak negatif. Dalam dunia pendidikan tinggi, adanya media digital memfasilitasi siswa untuk mencari literatur sebagai pendukung pencapaian akademiknya atau penunjang tugas akhir. Media digital juga menjadi wadah bagi mahasiwa untuk saling berbagi kreativitas yang terkait dengan dunia pendidikan (Guo, 2014 hlm. 5). Terkait dengan keterampilan komunikasi, media digital sangat menunjang keterampilan komunikasi siswa. Siswa dapat menggunakan media digital sebagai alat bantu ketika presentasi, menambah kajian topik diskusi, ataumencari informasi pendukung untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan (Greter & Yadav, 2016 hlm. 511). Media digital sudah sewajarnya memudahkan siswa untuk meningkatkan keterampilan komunikasinya. Namun, hal yang terjadi adalah media digital saat ini menjadikan siswa lebih pasif berkomunikasi. Siswa lebih fokus untuk memainkan ponsel dan membaca isu-isu negatif yang marak disebarkan di media sosial. Adanya isu negatif lebih banyak memengaruhi pola pikir siswa sehingga pada saat ini lebih banyak dijumpai siswa yang apatis. Mereka mampu berkomentar di media sosial akan tetapi tidak mampu melakukan komunikasi secara oral (Morreale, Staley, Stavrositu, & Krakowiak, 2014 hlm. 125). Hal ini mengindikasikan bahwa seiring majunya media digital menjadikan siswa semakin rendah keterampilan komunikasinya. Oleh sebab itu, siswa perlu memiliki kemampuan untuk menggunakan media digital secara bijak (Rasmusson, Maria, & Eklund, 2013). Siswa dapat memanfaatkan media digital untuk latihan berkomunikasi dalam forum diskusi kecil. Melalui media digital, siswa dapat mendiskusikan topik terkini yang dikemas dengan gaya menarik serta sesuai dengan karakter masyarakat saat ini.

Melalui literasi digital siswa dapat membedakan cara berkomunikasi yang tepat dan ideal dengan menggunakan teknologi. Siswa perlu membedakan cara berkomunikasi dengan pembimbing melalui teknologi atau ketika sedang bertatap muka. Siswa juga perlu memperkirakan ketepatan penggunaan teknologi untuk komunikasi. Hal ini sudah sepantasnya menjadi kendali dalam diri siswa agar mereka memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Literasi digital dibutuhkan untuk menghindari resiko akibat adanya penyalahgunaan teknologi di kalangan siswa (Pew Research Internet Project, 2012). Literasi digital perlu menjadi bagian dalam diri siswa karena mereka merupakan calon penerus bangsa. Literasi digital membantu siswa untuk mengendalikan diri dan lebih bijak ketika berkomunikasi melalui teknologi atau secara langsung.
3. Collaboration/kolaboratif merupakan keterampilan bekerjasama dalam kelompok. Bertanggung jawab atas tugas yang diperoleh dari kelompok, Menghargai ide/gagasan yang disampaikan oleh orang lain baik secara lisan, tertulis, maupun menggunakan media digital. Cruickshank, Jenkins, & Metcalf (2006) mengidentifikasi kondisi-kondisi terjadinya kolaboratif, setiap individu anggota kelompok memiliki tanggung jawab terhadap kelompoknya, setiap anggota harus setia pada tugas kelompok, setiap anggota tergantung satu sama lainnya. Biemiller (1993) menyatakan bahwa pengaturan pembelajaran yang mendorong para pebelajar memberikan bantuan kepada yang lain dan pihak lain menerimanya memungkinkan untuk meningkatkan adanya saling ketergantungan.

4. Creative thinking skill (kreativitas) merupakan proses dalam memahami sebuah masalah, mencari solusi-solusi yang mungkin, menarik hipotesis, menguji dan mengevaluasi, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada orang lain Torrance (1969). Kreativitas merupakan aktivitas menemukan ide/gagasan kreatif untuk menghasilkan suatu produk, mengembangkan ide/gagasan kreatif untuk menghasilkan suatu produk, merancang ide/gagasan secara kreatif untuk menghasilkan suatu produk, memproduksi dan mengimplementasikan produk yang telah diproduksi secara luas dan mengevaluasi hasil kegiatan implementasi yang telah dilaksanakan untuk disempurnakan (Afandi dan Sajidan, 2017). Proses hasil kreativitas meliputi ide orisinil, cara pandang berbeda, memecahkan masalah, mengkombinasikan kembali gagasan-gagasan atau melihat hubungan baru di antara gagasan-gagasan tersebut. Kreativitas merupakan bagian dari proses berpikir secara divergen yang mencakup aspek fluency, flexibility, elaboration, dan originality (Torrance & Safter,1990). Kreativitas menghasilkan daya cipta tinggi dan tepat jika diterapkan untuk memperoleh solusi (Ulger, 2016; Lemon, 2011). Kreativitas merupakan proses berpikir secara metakognitif melalui empat tahapan yaitu: (1) persiapan (mendefinisikan permasalahan), (2) inkubasi atau perenungan (menganalisis permasalahan dalam beberapa waktu), (3) illuminasi (tahap mendapatkan ide atau pemikiran baru), (4) verifikasi (tahap mengaplikasikan ide yang ditemukan). (Bourgeois-Bougrine dkk, 2017).

C. Karakteristik Pembelajaran SMK
Perkembangan zaman menuntut pembinaan sumber daya manusia yang berkualitas. Daya saing Indonesia dalam menghadapi persaingan antar negara maupun perdagangan bebas sangat ditentukan oleh outcome dari pembinaan SDM-nya. Salah satu upaya negara dalam pemenuhan SDM level menengah yang berkualitas adalah pembinaan pendidikan kejuruan. Rumusan arti pendidikan kejuruan sangat bervariasi. Menurut Rupert Evans (1978), pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan terdiri dari Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan. Karakteristik Pendidikan Kejuruan (Djojonegoro, 1998) adalah sebagai berikut: 1) pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja, 2) pendidikan kejuruan didasarkan atas “demand-driven” (kebutuhan dunia kerja), 3) fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja, 4) penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan siswa harus pada “hands-on” atau performa dalam dunia kerja, 5) hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan, 6) pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi, 7) pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada “learning by doing” dan “hands-on experience”, 8) pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktik , 9) pendidikan kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar daripada pendidikan umum.

Prinsip-prinsip Pendidikan Kejuruan menurut Charles Prosser (1925) adalah sebagai berikut: 1) pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan di mana siswa dilatih merupakan replika lingkungan di mana nanti siswa bekerja, 2) pendidikan kejuruan akan efektif hanya dapat diberikan di mana tugas- tugas latihan dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diterapkan di tempat kerja, 3) Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri, 4) Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia dapat memampukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya, dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi, 5) pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan, atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya, dan yang dapat untung darinya, 6) pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfikir yang benar diulangkan sehingga pas seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantiny, 7) pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan, 8) pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut, 9) pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan tanda-tanda pasar kerja), 10) proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai), 11) sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu adalah dari pengalaman para ahli pada okupasi tersebut, 12) setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, 13) pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang mememrlukan dan memang paling efektif jika dilakukan lewat pengajaran kejuruan, 14) pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut, 15) administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika dia luwes dan mengalir daripada kaku dan terstandar, 16) pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.

BAB III PEMBELAJARAN ABAD 21 DI SMK
Kehadiran Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan konsep utama menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, merupakan salah satu tantangan sekaligus menjadi peluang bagi Indonesia. Kunci utama untuk menjadikan peluang menjadi suatu keuntungan adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang mempunyai daya saing secara global. Kesiapan tersebut diukur dari kompetensi yang dimiliki masyarakat Indonesia untuk mampu bersaing di era revolusi industri 4.0 dengan segala teknologi desruptif yang menyertainya, baik kompetensi yang bersifat hard skill dan soft skill.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai lembaga pendidikan menengah yang mencetak lulusan siap kerja, tentunya mempunyai tanggung jawab yang besar untuk membekali siswa sehingga mempunyai daya saing dalam menghadapi era MEA dan mengantisipasi datangnya gelombang revolusi industri 4.0. Upaya pemerintah menempatkan SMK pada tempat yang penting untuk bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja terdidik/terampil yang kompeten pada bidangnya telah dilakukan melalui program Revitalisasi SMK yang diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap peningkatan mutu SMK.

Inovasi dalam pembelajaran merupakan salah satu dari enam isu strategis yang menjadi prioritas revitalisasi SMK, disamping revitalisasi kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, kerjasama, tata kelola kelembagaan. Inovasi dalam pembelajaran diharapkan mampu mengoptimalkan proses pembelajaran termasuk sistem penilainnya, yang ditandai dengan peningkatan kualitas lulusan SMK yang mempunyai kompetensi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di era revolusi industri 4.0.

Untuk menjawab tuntutan kompetensi di era revolusi industri 4.0, pembelajaran abad 21 dapat menjadi pilihan untuk diimplentasikan dalam inovasi pembelajaran di SMK. Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang mempersiapkan generasi abad 21 dimana kemajuan teknologi yang berkembangbegitu cepat memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk pada proses belajar mengajar. Pembelajaran abad 21 memiliki karakteristik 4C, yaitu: Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem solving, Creativity and Innovation. Dukungan kurikulum terupdate, tenaga pendidik yang hebat, sarana dan prasarana yang memadai, serta tata kelola sekolah yang baik menjadi kunci keberhasilan implementasi pembelajaran abad 21.

Berkaitan dengan inovasi pembelajaran abad 21 di SMK untuk meningkatkan kualitas lulusan SMK yang mempunyai kompetensi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di era revolusi industri 4.0, aspek penting yang menjadi fokus tulisan ini adalah:
  1. Alisis profil kecakapan abad 21 yang diperlukan lulusan SMK dalam menghadapai tantangan era revolusi industri 4.0;
  2. Alisis inovasi pembelajaran dari berbagai SMK rujukan sebagai implementasi dari pembelajaran abad 21;
  3. Analisis profil faktor pendukung yang spesifik untuk penyelarasan kompetensi yang diperlukan dalam pembelajaran abad 21, yaitu: kurikulum, kompetensi guru, sarana prasarana, dan tata kelola kelembagaan;
  4. Strategi untuk optimalisasi proses pembelajaran dan penilian di SMK yang mengacu pada pembelajaran abad 21.

A. Profil Pembelajaran abad 21 di SMK
Hasil kajian Sajidan dkk (2018) tentang implementasi dan analisis kebutuhan untuk optimalnya pembelajaran abad 21 di 29 SMK yang tersebar di 8 provinsi, yaitu : Batam, DIY, DKI, Jateng, Jatim, Kaltim, Sulsel, dan Sumsel. Hasil agregasi tentang profil SMK terkait pembelajaran abad 21 disajikan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.

1. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan
Standar isi merupakan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi lulusan, bahan kajian, mata pelajaran, dan silabus pembelajaran. Untuk dapat menjawab tantangan global di era revolusi industri 4.0, lulusan SMK harus mempunyai nilai PLUS. Korelasinya muatan kurikulum juga harusnya mempunyai nilai PLUS, khususnya mengakomodasi kecakapan abad 21.

Muatan isi kurikulum sebagian besar SMK untuk mengakomodasi kecakapan abad 21 masih dalam kategori standar dengan asumsi bahwa:
a. Keterampilan yang dikembangkan oleh sebagian besar SMK masih sesuai standar nasional, akan tetapi beberapa SMK telah mempunyai nilai plus dalam mengakomodasi kecakapan abad 21, misalnya Creativity and Innovation dengan mengakomodasi kearifan lokal dan kebutuhan pasar kerja.
b. Kepemimpinan lebih banyak terakomodasi pada organisasi siswa maupun kegiatan ekskul (Pramuka, pecinta alam, paskibraka, dll), beberapa SMK sudah mengintegrasikan jiwa kepemimpinan dalam setiap mata pelajaran dengan memberikan tanggung jawab yang terstruktur.
c. Jiwa kewirausahaan diakomodasi sebagian besar SMK dengan membentuk kelas industri untuk masing-masing bidang keahlian. Beberapa SMK sudah merumuskan muatan kurikulum untuk memotivasi jiwa kewirausahaan siswa yang terintegrasi pada setiap mapel.
d. Bahasa asing (khususnya bahasa inggris), belum menjadi prioritas sebagian besar SMK sehingga hanya merumuskan muatan standar mapel bahasa inggris. Beberapa SMK sudah membuat modifikasi muatan mapel bahasa inggris dengan merumuskan english for vacation. Selain itu kebijakan bilingual untuk beberapa mapel juga sangat membantu meningkatkan penguasaan bahasa inggris siswa.
e. Semua SMK sudah bermitra dengan DUDI, akan tetapi Keterlibatan DUDI sebagian besar dalam kaitan dengan prakerin maupun penenpatan tenaga kerja. Sementara hanya beberapa SMK yang benar-benar melibatkan DUDI dalam perumusan muatan kurikulum.

2. Standar Proses dan Standar Penilaian
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Pada standar ini, bagaimana guru mempersiapkan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan optimal.
Penyusunan RPP di SMK tempat kajian masih dalam kategori standar. Beberapa sekolah mempunyai nilai lebih dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Hasil analisis pada RPP sebagai berikut:
a. Hampir Semua guru di sekolah sampel telah membuat RPP untuk optimalnya pembelajaran, ironisnya teknik pembuatan masih bersifat individu. Hanya sebagian kecil yang mendisain RPP secara kolaboratif (mapel atau bidang keahlian) dan berkolaborasi dengan DUDI.
b. Belum optimalnya keberadaan MGMP sebagai wadah “kelompok guru mapel atau bidang keahlian”, sehingga update RPP yang semestinya secara periodik belum terlaksanana dengan baik.
c. Kepala Sekolah sebagian besar SMK sudah melakukan supervisi tentang keberadaan RPP masing-masing guru. Akan tetapi masih sebatas tersedianya dokumen, belum sampai pada supervise yang terkait dengan substansi maupun teknik perumusannya RPP.
d. Sebagian besar RPP yang dibuat sudah menerapkan pembelajaran abad 21 dengan menerapkan 4C, akan tetapi masih normatif belum tergambar spesifik nilai plus dari penerapan 4C, misalnya tentang: Critical Thinking and Problem Solving , Creativity and Innovation.
Pelaksanaan pembelajaran di sebagian sekolah sampel telah menerapkan pembelajaran abad 21. Berikut merupakan hasil analisis pada pelaksanaan pembelajaran untuk sekolah sampel yang dinarasikan secara garis besar.
a. Pelaksananaan pembelajaran sudah mengimplementasikan pembelajaran inovatif dan interaktif dengan memanfaatkan teknologi informasi dan melalui berbagai media dan sumber belajar. Sayangnya, media dan sumber belajar kurang ter-update sesuai kebutuhan pasar kerja di era revolusi industri 4.0.
b. Belum optimalnya pemanfaatan lingkungan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran masih dominan di sekolah dengan media atau sarpras yang sebagian kurang sesuai dengan kondisi di DUDI.
c. Belum optimalnya team teaching dalam pelaksanaan pembelajaran, khususnya dalam mengoptimalkan keterlibatan DUDI dalam proses pembelajaran.
d. Pelaksanaan pembelajaran sudah mengimplementasi- kan pembelajaran abad 21, akan tetapi masih normatif belum tergambar spesifik nilai plus dari penerapan 4C, misalnya :
1) Communication
Siswa hendaknya diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui komunikasi dan pengalaman yang dia alami.
2) Collaboration
Pada proses pembelajaran guru hendaknya merancang situasi dimana siswa dapat belajar secara team work, sehingga akan tercipta suasana demokratis, dan siswa akan belajar tentang kerjasama tim, kepemimpinan, ketaatan pada otoritas, dan fleksibelitas dalam lingkungan kerja.
3) Critical Thinking and Problem Solving
Proses pembelajaran hendaknya membuat siswa dapat berpikir kritis dengan permasalahan pada level HOTS dan menghubungkan pembelajaran dengan masalah-masalah konstektual yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Kedekatan dengan situasi yang real yang dialami oleh siswa ini akan membuat siswa menyadari pentingnya pembelajaran tersebut sehingga siswa akan menggunakan kemampuan yang diperolehnya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.
4) Creativity and Innovation
Dalam proses pembelajaran, guru hendaknya menjadi fasilitator dan membuka ruang bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas dan inovasinya. Peran guru hanya sebagai fasilitator dapat diawali dengan membuka ide untuk krestifitas inovasi berbasis kearifan lokal dan kebutuhan pasar kerja.

Sekolah sampel telah mengimplementasikan pembelajaran abad 21. penilaian pembelajaran secara garis besar sebagai berikut:
a. Sebagian guru sudah mengembangkan instrumen penilaian yang sesuai dengan pembelajaran abad 21, yaitu : AFL dan HOTS.
b. Pembuatan instrumen penilain dilakukan oleh individu atau kelompok mapel, tetapi kurang mengoptimalkan keterlibatan DUDI.
c. Kepala Sekolah sebagian besar SMK sudah melakukan supervisi tentang penilaian setiap mapel. Akan tetapi masih sebatas tersedianya instrumen, belum sampai monitoring mengenai substansi maupun stratetegi pengembangan instrument.
d. Hasil penilaian lebih banyak didominasi untuk kepentingan melihat ketercapaian kompetensi. Sementara beberapa sekolah sudah membuat kebijakan dalam memanfaatkan hasil penilaian untuk pemetaan dan tindak lanjut pembelajaran.

3. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria ketercukupan maupun kelayakan kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Secara kuantitas sebenarnya jumlah guru SMK cukup memadai untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan optimal, kecuali beberapa daerah memang masih kekurangan guru produktif. Pemasalahan yang muncul justru mengenai faktor kualitas/profesionalisme guru SMK.

Optimalisasi pelaksanaan pembelajaran abad 21 di SMK, diperlukan guru profesional PLUS. Nilai plus untuk guru profesional dicapai ketika guru mempunyai kompetensi umum seorang guru yang mencakup kompetensi : pedagogik, kepribadian, profesional,dan sosial, ditambah beberapa kompetensi plus yang perlu dimiliki oleh guru SMK dalam menunjang optimalnya pembelajaran abad 21, yaitu: life-long learner, kreatif dan inovatif, mengoptimalkan teknologi, reflektif, kolaboratif, menerapkan student centered, dan menerapkan pendekatan diferensiasi.

Kompetensi plus lainnya untuk menunjang optimalnya pembelajaran abad 21, sebagaimana diungkapan oleh Gottfried Leibbrandt (1999) antara lain:
a. Menguasai bahasa asing (misalnya, bahasa inggris).
b. Memiliki kemampuan menajemen berdasar enterpreuneurship (wirausaha).
c. Memiliki kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide secara jelas dan ringkas, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
d. Memilki kemampuan dalam menggunakan atau mengakses “Information Technology System”.
e. Mempunyai pengalaman sukses (khususnya guru produktif) dalam penerapan pengetahuan dan keterampilan.

Sebagian besar guru SMK masih dalam kategori standar untuk kecakapan dalam menunjang pelaksanaan pembelajaran abad 21. Karakter kecakapan abad 21 untuk sebagian besar guru SMK masih perlu ditingkatkan, khususnya dalam meng- upgradeterus pengetahuan dan keterampilannya.

Sementara itu penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa inggris guru SMK belum sesuai yang diharapkan. Guru masih belum terbiasa melaksanaan pembelajaran dengan bilingual, apalagi sampai membuat bahan ajar maupun media pmbelajaran dengan bilingual. Sedangkan keterampilan pedadogik sebagai keterampilan mendasar yang harus dipahami guru SMK dalam proses pembelajaran juga masih dalam kategori standar.

Penguasaan IT guru SMK dalam menunjang pembelajaran abad 21 sebagian sudah mempunyai nilai plus, dimana mereka meng-upgrade terus pengetahuan dan keterampilannya dalam bidang IT sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu, belum optimalnya pengalaman sukses guru (khususnya guru produktif) dalam penerapan pengetahuan dan keterampilan.

    Download Buku SMK - Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku SMK - Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku SMK - Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK



    Download File:

    Buku SMK - Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK.pdf


    Sumber: http://psmk.kemdikbud.go.id

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku SMK - Peningkatan Proses Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK. Semoga bisa bermanfaat.

    Berbagai Sumber

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel