Pendidikan Karakter
Tuesday, 30 May 2017
Edit
Persoalan real yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yaitu bagaimana membentuk aksara bangsa (Nation Character Building). Bagaimana Nilai-nilai budaya banagsa yang telah mengakar besar lengan berkuasa berhadapan dengan pusaran arus globalisasi yang demikian mengancam. Bagaimanapun juga khazanah keragaman budaya dan heterogenitas masyarakat Indonesia, di satu sisi merupakan keistimewaan namun di sisi lain menyebabkan kekhawatiran. Dalam diskursus pendidikan, hal tersebut harus dibahas, dan tidak sanggup diabaikan begitu saja.
Abd.Rachman Assegaf, mengemukakan bahwa: Diskursus pendidikan bukanlah merupakan suatu entitas yang bangkit sendiri, melainkan dikelilingi oleh entitas lain yang saling bersinergi. Problema sosial, politik, budaya, hukum, falsafah, ekonomi dan lain-lain merupakan entitas di luar pendidikan yang mempunyai efek interkonektif cukup intens terhadap pendidikan. (Mustofa Rembangy, Pendidikan Transformatif, Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, Yogyakarta: Teras, 2008, h.xxiii)
Dari sisi yang berbeda walau dengan perspektif yang sama dikemukakan oleh Suyanto bahwa di masa global ibarat ketika ini dan masa yang akan datang, penguasaan teknologi warta menjadi sangat penting bagi eksistensi suatu bangsa. Oleh alasannya itu, dilihat dari aspek pendidikan, masa global berdampak pada cepat usangnya hardware dan software bidang pendidikan. Dengan demikian, sektor pendidikan harus diberdayakan setiap saat.(Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional Dalam Percaturan Global Dunia, Jakarta, PSAP Muhammadiyah, 2006, h. 15)
Dari dua pandangan tersebut sanggup ditarik sebuah kesimpulan penting, bahwa di masa globalisasi, pendidikan dan semua anasir-anasirnya, terutama kebudayaan, harus selalu berafiliasi secara sinergis, dan untuk mencapai harmonisasi tersebut diharapkan penguasaan teknologi warta yang up to date.
Karena itu, fenomena multikulutralisme harus menjadi perhatian kebijakan pendidikan di Indonesia. Bahkan disebutkan bahwa upaya menggagas pendidikan yang berbasis multikulturalisme menjadi signifikan.
Abd.Rachman Assegaf, mengemukakan bahwa: Diskursus pendidikan bukanlah merupakan suatu entitas yang bangkit sendiri, melainkan dikelilingi oleh entitas lain yang saling bersinergi. Problema sosial, politik, budaya, hukum, falsafah, ekonomi dan lain-lain merupakan entitas di luar pendidikan yang mempunyai efek interkonektif cukup intens terhadap pendidikan. (Mustofa Rembangy, Pendidikan Transformatif, Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, Yogyakarta: Teras, 2008, h.xxiii)
Dari sisi yang berbeda walau dengan perspektif yang sama dikemukakan oleh Suyanto bahwa di masa global ibarat ketika ini dan masa yang akan datang, penguasaan teknologi warta menjadi sangat penting bagi eksistensi suatu bangsa. Oleh alasannya itu, dilihat dari aspek pendidikan, masa global berdampak pada cepat usangnya hardware dan software bidang pendidikan. Dengan demikian, sektor pendidikan harus diberdayakan setiap saat.(Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional Dalam Percaturan Global Dunia, Jakarta, PSAP Muhammadiyah, 2006, h. 15)
Dari dua pandangan tersebut sanggup ditarik sebuah kesimpulan penting, bahwa di masa globalisasi, pendidikan dan semua anasir-anasirnya, terutama kebudayaan, harus selalu berafiliasi secara sinergis, dan untuk mencapai harmonisasi tersebut diharapkan penguasaan teknologi warta yang up to date.
Karena itu, fenomena multikulutralisme harus menjadi perhatian kebijakan pendidikan di Indonesia. Bahkan disebutkan bahwa upaya menggagas pendidikan yang berbasis multikulturalisme menjadi signifikan.
sumber: munir yusuf
Berbagai Sumber